Sabtu, 21 Februari 2015
Asal Usul Dendam
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pada dasarnya dendam merupakan bentuk pertahanan alamiah manusia terhadap serangan musuh (Sebagai contoh yang diungkapkan oleh Barbara Ehrenreich dalam bukunya Blood Rites: Origin and History of the Passions of War). Ditemukan bahwa pada jaman primitif, nenek moyang kita menggunakan mekanisme balas dendam untuk membalas perbuatan seseorang terhadap dirinya atau sukunya.
Karena hubungan sosial masyarakat pada waktu itu berupa komunalisme, di mana semua anggota komunitas dianggap sebagai satu keluarga, konsekuensinya ketika salah satu anggota masyarakat (suku) mengalami serangan fisik, maka semua anggota masyarakat wajib melakukan pembalasan terhadap pelaku, dan terhadap suku di mana pelaku menjadi anggota suku tersebut.
Jadi, pada jaman purba, kesalahan satu orang dianggap sebagai kesalahan satu komunitas. Demikian sebaliknya, penganiayaan terhadap satu orang dianggap sebagai penganiayaan terhadap satu komunitas (Susan Jacoby dalam bukunya Wild Justice: The Evolution of Revenge).
Pada masa itu, belum dikenal konsep keadilan. Setiap tindakan penganiayaan atau penyerangan akan dibalas dengan penyerangan. Tindakan ini masih murni berdasarkan insting purba mereka, yaitu insting mempertahankan diri. Insting ini juga ditemukan pada simpanse, di mana ditemukan bahwa dalam komunitas simpanse, ketika salah satu anggotanya melakukan serangan terhadap anggota lainnya, maka anggota yang diserang itu tidak langsung menyerang si penyerang, melainkan menunggu waktu yang tepat untuk mengadakan serangan balik.
Pada perkembangan selanjutnya, komunalisme primitif berganti ke masa monarki, alias kerajaan. Pembalasan yang semula dilakukan oleh orang atau kelompok yang bersangkutan, sekarang menjadi otoritas agama. Pada masa ini, jika seseorang menganiaya orang lain, maka pihak yang dianiaya tidak diperbolehkan untuk membalasnya secara langsung. Tindakan pembalasan dilakukan oleh lembaga agama. (Susan Jacoby dalam buku Wild Justice: The Evolution of Revenge).
Hal ini dikarenakan, jika dilakukan oleh pihak yang dianiaya, maka pembalasan itu akan berbuntut pada pembalasan lagi. Begitu seterusnya.
Pada masa inilah mulai muncul konsep keadilan. Agama dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan keadilan bagi orang yang disakiti, dengan hukumnya yang memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan penganiayaan terhadap orang lain.
Keadilan dan Balas Dendam
Sekalipun tujuan awalnya adalah mencari keadilan, sebenarnya ada perbedaan mendasar antara balas dendam dan keadilan. Keadilan merupakan ciptaan manusia secara sadar. Ia merupakan nilai moral yang dirumuskan secara sadar oleh masyarakat berdasarkan alasan yang objektif. Sementara itu, balas dendam merupakan perbuatan yang hanya berdasarkan insting. Ia tidak memedulikan bahwa tindakan yang ditimpakan kepadanya merupakan kesalahan atau bukan. Balas dendam tidak memedulikan penilaian objektif mengenai penganiayaan yang menimbulkan aksi balas dendam tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Leon F. Seltzer, Ph.D dalam artikelnya yang berjudul Don’t Confuse Revenge with Justice yang dimuat dalam jurnal Psychology Today, “Revenge is, by nature, personal….” Balas dendam merupakan tindakan yang didasarkan pada subjektifitas personal. Lebih jauh, balas dendam merupakan tindakan yang bersifat bias, memihak kepada orang yang disakiti.
Lebih parah lagi, balas dendam merupakan penyakit jiwa, yang tidak memiliki dasar rasional dan logis. Leon F. Seltzer, Ph.D, masih dalam artikel yang sama menyebutkan bahwa balas dendam “…expresses a hot, overwhelming desire for bloodshed. As perverse as it may seem, there’s actual plesure experienced in causing others to suffer for the hurt they’ve caused the avenger….” Dendam adalah perasaan senang ketika melihat orang yang menyebabkan ia terluka mengalami hal serupa atau mengalami hal yang membuat hidupnya sengsara. Balas dendam adalah keinginan untuk membuat sengsara kehidupan orang yang telah menyebabkan luka.
Sementara itu, keadilan merupakan konsep yang didasarkan pada hubungan sosial. Keberadaannya tidak berkaitan dengan ego individual. Keadilan tidak memihak kepada individu yang diserang maupun individu yang menyerang.
Tujuan keadilan adalah menciptakan keseimbangan. Eleanor Roosevelt mengatakan , “Justice cannot be for one side alone, but must be for both,” yaitu bahwa keadilan tidak membela satu pihak, melainkan demi kebaikan kedua belah pihak.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa balas dendam merupakan tindakan yang didasarkan pada subjektifitas, sedangkan keadilan didasarkan pada objektifitas.
Mengapa Balas Dendam?
Pada jaman sekarang, sistem hukum mengatur ketat keadilan. Setiap pelanggaran terhadap keadilan diberikan sanksi yang setimpal. Sanksi tersebut bukan diberikan oleh individu yang menjadi korban ketidakadilan, melainkan oleh lembaga hukum. Hal ini menjadikan balas dendam mustahil dilakukan. Balas dendam dianggap sebagai tindakan main hakim sendiri. Dan, hal ini jelas dianggap sebagai pelanggaran.
Namun demikian, kenyataannya masih banyak yang tidak mengindahkan hukum yang berlaku. Banyak orang yang menggunakan cara lama dalam menyelesaikan masalah dengan orang lain. Dendam menjadi andalan.
Lalu, mengapa bisa demikian? Ada dua alasan utama yang perlu Anda ketahui mengapa balas dendam masih menjadi andalan.
1. Penganiayaan emosial
Belum ada payung hukum yang mengatur penganiayaan secara emosional. Memang ada undang-undang yang mengatur penghinaan, pencemaran nama baik, ancaman, teror, dan pemfitnahan. Tetapi, penganiayaan emosional bukan hanya sebatas pada tindakan-tindakan tersebut. Banyak orang merasa dianiaya ketika harga dirinya direndahkan. Penolakan, penghinaan yang dilakukan dengan tindakan yang merendahkan, dan ucapan kemarahan tidak diatur oleh undang-undang.
Semua tindakan itu meskipun bukan merupakan pelanggaran privasi orang lain, nyatanya banyak membuat orang sakit hati. Bukan bermaksud menghakimi, hal ini disebabkan, korban terlalu mementingkan harga dirinya. Ia tidak mau harga dirinya terinjak. Dia terlalu sensitif menanggapi tindakan orang yang dilakukan kepadanya.
Kemarahan dan penolakan yang menurut kebanyakan orang merupakan hal yang lumrah, menurut sebagian orang merupakan tindakan yang merendahkan martabat dan harga dirinya. Inilah yang memicu tindakan balas dendam. Sebuah artikel yang dimuat dalam http://www.emotionalcompetency.com/revenge.htm menyebutkan, “the goal of revenge is to erase shame and humiliation and restore pride.” Tujuan balas dendam adalah untuk menghapus rasa malu dan penghinaan dan mengembalikan kebanggaan.
2. Mengembalikan masa lalu
Balas dendam dilakukan karena hukuman yang ditimpakan kepada pelaku tidak membuat si korban merasa puas dan hilang sakit hatinya. Mengapa bisa demikian? Karena si korban menginginkan kejadian yang melukai hatinya tidak pernah terjadi. Si korban ingin mengembalikan masa lalu, dan berharap dengan membalas perbuatan si pelaku, masa lalunya akan pulih.
Ini jelas mustahil. Apa yang sudah terjadi tidak akan kembali seperti semula. Rupanya itulah yang menyebabkan pembalasan menjadi lebih kejam daripada perbuatan dan bahkan lebih lama prosesnya dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Ini dikarenakan sampai kapan pun, balas dendam tidak akan membuat rasa sakit hati lenyap karena yang ia inginkan adalah kembalinya masa lalunya.
Dampak Balas Dendam
Melihat orang yang membalas dendam tidak akan puas sampai kapan pun, maka tindakan balas dendam tidaklah berguna. Sampai kapan pun ia tetap akan merasa sakit hati, sekalipun dendam telah terbalas. Lebih jauh, ia tidak akan berhenti membalas dendam.
Hal ini justru membuat orang yang membalas dendam menemui dampak yang negatif. Berikut beberapa dampak yang diakibatkan oleh dendam.
1. Memperpanjang konflik
Mohandas Gandhi mengatakan, “An eye for an eye leaves the whole world blind.” Mata dibalas mata hanya akan membuat seluruh dunia buta.
Memang demikianlah yang akan terjadi ketika kita membenarkan tindak balas dendam. Karena disakiti si A, maka si B membalasnya. Si C, kakak si A, tidak terima dengan tindakan si B, dan karenanya membalas tindakan si B. Si D, anak si B, tidak terima ayahnya diperlakukan tidak adil oleh si C. Ia pun membalas perlakuan si C. Demikian seterusnya hingga kiamat. Konflik yang terjadi lantaran balas dendam berlanjut dari generasi ke generasi.
2. Dijauhi orang
Balas dendam membuat orang lain takut berteman dengan kita. Orang akan berpikir, saat ia melakukan kesalahan terhadap kita, baik yang disengaja atau pun tidak, kita akan langsung membalas tindakannya. Orang juga akan menjauhi kita lantaran takut jika sikap dan tindakannya tidak sesuai dengan keinginan kita, atau sikap dan tindakannya secara tidak sengaja menjatuhkan martabat dan harga diri kita.
3. Memperparah sakit hati
Saat kita melakukan balas dendam, seringkali kita melakukannya dengan sadar. Balas dendam merupakan proses yang panjang. Ia meliputi serangkaian rencana dan eksekusi. Sebelum melancarkan aksi balas dendam, kita menyusun serangkaian rencana. Kita juga mempersiapkan alternatif rencana sebagai antisipasi jika rencana pertama gagal.
Tanpa disadari, saat kita menyusun rencana untuk membalas dendam, kita sedang memperbarui dan memperparah sakit hati kita. Ini dikarenakan, sepanjang waktu, kita memikirkan cara membalas dendam, yang otomatis akan membuat kita teringat kembali pada peristiwa menyakitkan itu.
4. Menguras energi, waktu, dan uang
Seperti yang disebutkan di atas, balas dendam menguras waktu dan perhatian kita. Kita menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan cara melancarkan balas dendam. Kita menghabiskan waktu untuk mendramatisasi rasa sakit akibat perbuatan orang lain.
Bukan hanya waktu, uang dan tenaga pun terkuras untuk aksi balas dendam. Seringkali balas dendam bahkan mendorong kita untuk rela mengeluarkan banyak uang demi menghancurkan kehidupan orang yang telah menyakiti kita.
5. Menghancurkan masa depan
Sering kita lihat di televisi, lantaran balas dendam, seseorang terpaksa meringkuk di penjara.
Balas dendam bukan hanya mengirim kita ke penjara. Sekalipun kita tidak melakukan pembalasan secara fisik, dan tidak dipenjara, tetap saja balas dendam akan merusak masa depan kita. Ini dikarenakan, waktu kita yang seharusnya digunakan untuk bekerja dan mengembangkan diri justru terbuang percuma untuk merencanakan aksi balas dendam. Dan, seringkali, ketika rencana kita gagal, kita akan mencoba rencana lain untuk menghancurkan kehidupan orang yang telah menyakiti hati kita.
Demikian seterusnya hingga tidak ada waktu yang tersisa untuk mengembangkan diri.
6. Menyebabkan penyakit psikosomatis
Seperti yang disebutkan sebelumnya, dendam memperparah rasa sakit. Rasa sakit itu bahkan tidak akan lenyap sampai kapan pun. Kita berpikir, dengan balas dendam, masa lalu kita akan pulih, yang pada gilirannya akan mengobati rasa sakit hati. Tetapi, mustahil masa lalu akan pulih seperti keadaan semula. Oleh karena itu, tidak heran jika balas dendam tidak bisa menyembuhkan sakit hati. Alih-alih sembuh, rasa sakit itu malah menjadi penyakit.
Demikianlah dampak dari balas dendam. Kesemua yang disebutkan di atas merupakan dampak negatif. Memang jika direnungkan, tidak ada dampak positif yang dapat kita peroleh dari balas dendam. Mungkin kita akan puas sesaat, tetapi tunggu saja, aksi balas dendam yang kita lancarkan akan segera dibalas dengan tindakan yang lebih kejam.
Obat Peredam Dendam
Positive-thinking.jpgMengingat bahwa dendam timbul dari keinginan untuk mengembalikan masa lalu, maka tidak ada gunanya kita membalas dendam. Bagaimana pun kita membalas perbuatan itu, masa lalu tidak akan pernah kembali. Yang ada justru kita semakin sakit hati. Selain itu, balas dendam juga menimbulkan dampak negatif seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya.
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya, balas dendam juga merupakan penyakit hati. Disebut penyakit hati karena balas dendam tidak didasarkan pada logika, melainkan pada keinginan bahwa orang yang melukai hati kita akan sengsara selamanya. Dendam adalah perasaan senang di atas penderitaan orang yang telah melukai hati kita. Mengerikan, bukan, jika kita memiliki perasaan seperti itu?
Nah, oleh karena itu, daripada membalas dendam, lebih baik kita mencari cara untuk meredakan rasa dendam itu. Karena dendam adalah penyakit hati, maka kunci untuk meredam rasa dendam adalah TERAPI QOLBU.
Terapi qolbu adalah sinonim dari terapi kejiawaan. Terapi qolbu dapat berupa self-healing, psikoterapis yang dilakukan oleh seorang terapis, hipnoterapis yang juga dilakukan oleh terapis, maupun konseling.
Terapi qolbu bukan hanya tentang terapi spiritual seperti zikir, istighfar, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Terapi qolbu sangatlah luas maknanya. Ia juga dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan yang tidak terkait spiritualitas. Yang pasti, terapi qolbu adalah pengobatan dengan membebaskan otak dari pikiran-pikiran negatif.
Berikut beberapa langkah terapi qolbu yang dapat Anda lakukan untuk meredam dendam di hati Anda.
1. Tidak mendramatisir perasaan
Apa yang Anda rasakan ketika mendengarkan lagu-lagu sedih? Mendengar lagu-lagu sedih saat hati Anda terluka akan membuat hati Anda semakin sedih. Inilah efek dari dramatisasi.
Demikian halnya jika saat hati Anda terluka, Anda mendramatisasi perasaan itu dengan keluhan, kebencian, ancaman, dan tangis. Bukannya rasa sakit itu hilang, tetapi justru semakin parah. Menangis boleh, asal tidak berlarut-larut.
2. Instrospeksi diri
Seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, terkadang seseorang tidak berniat menyakiti hati kita, tetapi kita yang terlalu sensitif mengartikan maksud orang lain. Oleh karena itu, saat Anda berniat balas dendam, pertimbangkan lebih dulu apa kesalahannya kepada Anda. Jangan-jangan sebenarnya dia tidak bersalah, hanya Anda yang terlalu sensitif menanggapi ucapan atau tindakannya.
Jujurlah pada diri sendiri, barangkali Anda yang terlalu mementingkan ego sehingga saat ucapan atau tindakan seseorang ditujukan kepada Anda, Anda memaknainya sebagai upaya merendahkan harga diri Anda. Padahal sebenarnya, ucapan atau tindakannya tidak dimaksudkan demikian.
3. Pikirkan dampaknya
Sebelum Anda melancarkan aksi balas dendam kepada seseorang yang menyakiti Anda, pikirkan dulu dampaknya. Jika Anda membalas dendam, mungkin Anda puas sesaat, tetapi bersiap-siaplah terhadap serangan balik dari orang yang bersangkutan. Lebih jauh, bersiaplah Anda dijauhi oleh teman-teman Anda. Saya yakin mereka akan menilai Anda sebagai tipe pendendam. Dan, tidak akan ada yag bersedia berteman dengan orang yang memiliki tipe pendendam.
4. Serahkan kepada Tuhan
Jika Anda hendak membalas dendam kepada seseorang yang menyakiti hati Anda, ingatlah bahwa balas dendam bukanlah penyelesaian yang adil. Balas dendam bertujuan untuk memenuhi nafsu dan ego Anda. Oleh karena itu, serahkanlah semuanya kepada Tuhan karena Dialah yang Maha Adil. Yakinkan diri Anda bahwa Tuhan akan memberikan hukuman yang adil terhadap perbuatan yang ditimpakan kepada Anda.
5. Pikirkan masa depan
Sebelum Anda melancarkan aksi balas dendam, pikirkan masa depan Anda. Seringkali balas dendam menguras seluruh kehidupan Anda. Sakit hati tidak akan hilang sekalipun dendam sudah terbalas. Seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, hal itu dikarenakan Anda menginginkan kejadian yang menyakitkan hati tidak pernah terjadi. Dengan balas dendam, Anda berharap masa lalu Anda pulih. Itu sesuatu yang mustahil.
Akibatnya, sekalipun dendam telah terbalas, rasa sakit yang Anda derita tak kunjung lenyap. Hal ini pada akhirnya mendorong Anda untuk terus membalas dendam. Waktu, tenaga, dan uang yang seharusnya Anda gunakan untuk mengembangkan diri dan meraih cita-cita justru terkuras hanya untuk membalas dendam.
6. Pikirkan orang lain
Saat Anda membalas perbuatan atau ucapan orang lain yang menyakiti hati Anda, secara tidak langsung Anda telah melibatkan keluarganya. Keluarganya akan ikut tersakiti saat Anda menyakitinya, sebagaimana keluarga Anda tersakiti atas perbuatannya.
Lebih jauh, jika ia tidak terima dengan tindak balas dendam yang Anda lancarkan, bisa jadi dia mengincar keluarga atau teman dekat Anda untuk disakiti. Begitu seterusnya hingga kiamat.
Apakah Anda rela keluarga dan teman Anda ikut menanggung perbuatan Anda?
7. Sadari bahwa itu bukan kesalahannya sepenuhnya
Watak setiap orang dibentuk oleh lingkungannya. Jika lingkungan mengajarkan A, maka ia akan berwatak A. Jika lingkungan mengajarkan B, maka ia akan berwatak B.
Demikian juga, kondisi yang dialami seseorang turut menentukan wataknya. Jika ia tumbuh di lingkungan yang tidak sehat, maka watak dan psikisnya pun tidak sehat.
Nah, dengan menyadari bahwa wataknya bukan sepenuhnya hasil dari kesadaran dan kemauannya sendiri, melainkan karena bentukan lingkungan, Anda pun akan memaklumi tindakan atau ucapannya.
8. Bersosialisasi
Kesedihan dan rasa sakit akan semakin terasa manakala Anda dalam kesendirian. Dengan kesendirian, tidak ada yang Anda perbuat dan pikirkan. Akibatnya, yang muncul adalah ingatan tentang kejadian menyakitkan itu. Oleh karena itu, bersosialisasilah dengan keluarga, tetangga, atau pun teman. Dengan bergaul, Anda akan menyadari masih banyak orang yang peduli dan sayang terhadap Anda. Anda akan menyadari, apalah artinya ucapan satu orang yang membenci Anda dibanding perhatian orang-orang yang mengasihi Anda.
9. Mencari kesibukan
Jika Anda teringat terus kejadian menyakitkan itu, segeralah cari kesibukan untuk melupakannya. Anda dapat menonton hiburan ringan di televisi, membaca buku ringan, mendengarkan musik yang bersemangat, mengobrol dan bercanda dengan anak atau istri, atau kegiatan apapun yang dapat menyenangkan hati Anda.
10. Konsultasi
Jika rasa sakit di hati Anda tidak kunjung sembuh, dan dendam di hati Anda tidak kunjung reda, tidak ada salahnya berkonsultasi ke psikiater atau psikolog. Barangkali mereka dapat membantu mengatasi masalah yang Anda hadapi.
11. Mendekatkan diri kepada Tuhan
Saat dendam menguasai hati Anda, segeralah minta pertolongan Tuhan untuk meredakan amarah di hati Anda. Dekatkan diri kepada Tuhan. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan Anda dalam keadaan apa pun. Ingatlah bahwa Tuhan akan memberikan keadilan kepada Anda. Ingatlah bahwa di balik kejadian yang menyakitkan Anda senantiasa terdapat hikmah yang sudah direncanakan Tuhan untuk Anda.
12. Pahami budayanya dan komunikasikan
Seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, bisa jadi seseorang tidak bermaksud menyakiti hati Anda, tetapi karena kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan Anda, terjadi kesalahpahaman antara Anda dan dia. Akibatnya, Anda sakit hati lantaran ucapan atau tindakan yang didasarkan pada kebudayaannya itu.
Untuk itu, daripada merencanakan balas dendam yang tidak ada gunanya, lebih baik komunikasikan duduk perkaranya kepadanya. Jangan-jangan ada miskomunikasi antara Anda dengannya.
Dengan komunikasi, Anda dapat meminta klarifikasi dari maksud ucapan atau perbuatannya. Selain dapat menghindari tindak balas dendam, komunikasi juga dapat memperbaiki hubungan Anda dengannya.
Demikianlah beberapa cara yang dapat Anda terapkan untuk meredam rasa dendam.
Memang menyakitkan saat seseorang melukai hati kita. Dunia serasa hancur jika teringat kejadian menyakitkan itu. Dendam pun muncul sebagai reaksi atas luka yang ditimbulkannya. Namun demikian, percayalah bahwa membalas tindakannya tidaklah berguna. Sekejam apa pun kita membalas perbuatannya, kejadian pahit itu tak akan terhapus. Yang sudah terjadi tetaplah terjadi, tidak ada yang dapat mengubahnya. Oleh karena itu, lebih baik mencari cara untuk mengobati rasa dendam. Ini bukan demi kebaikan mereka yang telah melukai Anda. Ini demi kebaikan Anda sendiri.
Akhir kata, dalam bukunya, Unbroken: A World War Story of Survival, Resilience, and Redemption, Laura Hillenbrand mengatakan “The paradox of vengefulness is that it makes men dependent upon those who have harmed them, believing that their release from pain will come only when their tormentor suffer.” Balas dendam merupakan sebuah paradoks. Paradoksnya adalah bahwa dendam membuat orang bergantung pada mereka yang telah melukai perasaannya dan percaya bahwa kesembuhan mereka hanya dapat datang dari orang-orang yang melukai hati mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar